Grit dan Keberhasilan Akademik (Oleh : Rian Andrian)

Siswa A dan siswa B adalah siswa yang sedang menghadapi ujian praktek di sekolah. Siswa A memiliki nilai raport yang lebih tinggi daripada siswa B. Kedua siswa ini juga memulai ujian praktek pada saat yang bersamaan, namun tidak selesai secara bersamaan. Hal yang membedakan siswa A dan B adalah konsistensi minat dan ketahanan dalam berusaha. Siswa A menarik diri saat menghadapi kesulitan dan tantangan Ketika mengikuti ujian praktek. Hasil akhirnya,  siswa B berhasil menyelesaikan semua ujian praktek lebih cepat dan mendapatkan  hasil yang memuaskan.

Definisi Grit

Membaca ilustrasi di atas, maka kita akan mulai berpikir bahwa permasalahan yang muncul ketika proses belajar, seringkali bukan karena ketidakmampuan kognitif siswa (Duckworth et al., 2007). Namun, lebih merupakan akibat dari kurangnya grit. Grit yang rendah membuat siswa tidak bekerja keras, tidak memiliki standar yang tinggi terhadap hasil belajar, tidak dapat fokus pada pemenuhan tanggung jawab sebagai pelajar, serta tidak menunjukkan usaha jika dihadapkan kepada hambatan, kesukaran, dan kegagalan ketika proses belajar di sekolah. Siswa yang tidak memiliki grit, memiliki sikap dan harapan yang negatif tentang diri, kehidupan, dan dunia.

Menjadi penting untuk diperhatikan oleh guru dan orang tua, karena akar dari setiap permasalahan pada siswa biasanya lebih berhubungan dengan faktor-faktor non-kognitif. Seperti menunda tugas, tidak adanya passion untuk belajar, dan munculnya perilaku-perilaku yang tidak selaras dengan tujuan (Duckworth et al., 2007). Grit merupakan kemampuan individu untuk dapat mencapai tujuan jangka panjang dengan mengatasi hambatan, tantangan bahkan kegagalan sekalipun melalui konsistensi minat dan ketahanan dalam berusaha (Angela L. Duckworth, 2011; Angela L. Duckworth et al., 2007; Angela Lee Duckworth & Quinn, 2009).

Karakteristik Siswa dengan Grit

Grit pada siswa menunjukkan usaha untuk mencapai tujuan yang ingin dicapai pada kegiatan akademik di sekolah dan tetap bertahan pada jangka waktu yang panjang walaupun dihadapkan pada sebuah tantangan dan hambatan, bahkan kegagalan sekalipun. Grit juga ditunjukkan melalui konsistensi minat pada tujuan yang telah ditetapkan tanpa merubah haluan ataupun dipengaruhi oleh hal-hal diluar tujuan utamanya. Ketahanan dalam berusaha untuk mengatasi hambatan dan tantangan untuk mencapai tujuan yang ingin dicapai. Konsep umum grit terkait dengan optimism, ketekunan, kegigihan, daya juang, tahan banting, dan ketahanan. Grit merupakan stamina jika prestasi akademik diibaratkan sebagai marathon panjang yang harus dilalui oleh siswa.

Mengembangkan Grit 

Apakah grit siswa dapat dikembangkan? Duckworth (2016) mengungkapkan bahwa grit dapat dikembangkan. Untuk mengembangkan grit, siswa perlu melakukan beberapa hal sebagai berikut:

  1. Menemukan dan mengembangkan hal yang menjadi passion siswa. Passion bisa diartikan sebagai sesuatu yang melebihi minat yang mendorong siswa untuk menekuninya dalam jangka waktu yang panjang. Passion  perlu dimunculkan berkali-kali dan dilakukan melalui kegiatan nyata sebagai contoh siswa bertemu orang yang memiliki minat yang sama sehingga memiliki mentor yang akan mengarahkan minat tersebut. Dihubungkan dengan konteks akademik misalnya dengan menemukan passion pada bidang akademik maupun non akademik yang diminati.

  2. Berlatih. Siswa meluangkan waktu untuk mengasah sesuatu yang menjadi passion, dan menjadikannya suatu kebiasaan. Dalam konteks non akademik misalnya dengan menemukan ketertarikan pada salah satu ekstrakurikuler tertentu dan meluangkan waktu untuk mengeksplorasi hal yang menarik tersebut dan terus berlatih hingga menjadikannya sebuah kebiasaan.

  3. Tentukan tujuan. Minat merupakan sumber dari passion, namun akan lebih lengkap jika minat disertai dengan sebuah tujuan. Tujuan bisa berupa mengkontribusikan sesuatu bagi komunitas, melakukan sesuatu yang kecil namun bermakna, misalnya menjadi dokter untuk bisa menolong lebih banyak orang yang tidak mampu dan membutuhkan pertolongan.

  4. Academic mindset diperlukan siswa untuk memahami diri sebagai pelajar, lingkungan belajar, dan hubungan siswa dengan lingkungan belajar. Termasuk nilai, sikap, keyakinan, dan cara siswa untuk mempersepsikan dirinya sebagai pelajar. Pola pikir akademik yang dimiliki siswa berpengaruh kuat terhadap keberhasilan akademik dan perilaku siswa dalam menghadapi tantangan, hambatan dan kesulitan belajar. 

  5. Keyakinan terhadap kompetensi diri yang dimiliki. Siswa memiliki keyakinan untuk dapat menyelesaikan kegiatan belajar di sekolah maupun di rumah sebaik mungkin, berusaha keras untuk dapat menjalankan semua kegiatan belajar di sekolah maupun di rumah sebaik mungkin dan lulus dari sekolah dengan hasil yang memuaskan serta dapat melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi yakni perguruan tinggi. Sebaliknya, siswa yang tidak memiliki keyakinan untuk dapat menyelesaikan kegiatan belajar sebaik mungkin akan terlihat dari perilakunya yang tidak akan berusaha dengan keras menyelesaikan dan mengerjakan setiap tugas yang diberikan oleh guru, siswa ragu dengan kemampuan yang dimilikinya, merasa dirinya tidak memiliki kemampuan dan merasa lemah dibandingkan teman-temannya di sekolah, merasa belajar sekeras apapun tidak akan pernah mebuahkan hasil yang berarti. 

  6. Siswa memiliki nilai dan tujuan atas penghayatan terhadap kebanggaan diri sebagai pelajar, siswa yang berhasil masuk di sekolah dimana ia belajar akan menunjukan sikap antusias untuk mengikuti setiap kegiatan belajar, siswa konsisten dengan tujuan utama yang telah dipilihnya sekalipun dihadapkan kepada minat dan tujuan baru, siswa akan berusaha dengan keras mengerjakan setiap tugas yang diberikan sekalipun dihadapkan pada sebuah tantangan, hambatan dan kegagalan, serta memiliki semangat yang tinggi untuk mendapatkan hasil belajar yang memuaskan dan dapat diterima di perguruan tinggi yang diinginkan. Sedangkan siswa yang kurang memiliki penghayatan atau merasa biasa saja saat diterima di sekolah di mana ia belajar, siswa tidak akan menunjukan sikap antusias dan bersemangat saat mengikuti kegiatan belajar di sekolah (Hwang et al., 2018). 

  7. Siswa memiliki keyakinan lingkungan memberikan dukungan berupa dukungan yang diberikan oleh guru dan teman di sekolah serta orang tua, ketika siswa mengalami kesulitan dalam memahami materi pelajaran yang diberikan oleh guru, siswa bersedia untuk bertanya baik kepada guru atau teman sekalasnya. Dukungan dari teman yaitu berupa ajakan untuk mengerjakan tugas secara berkelompok dan bersedia membantu menjelaskan materi pelajaran yang tidak dipahami. Melalui lingkungan belajar yang kondusif, nyaman, menyenangkan, dan mendukung siswa untuk belajar dengan baik maka siswa akan lebih fokus dalam belajar di sekolah dan ketika menghadapi ujian siswa akan mendapatkan hasil yang memuaskan. Sedangkan siswa yang tidak memiliki keyakinan bahwa lingkungan dapat memberikan dukungan, terlihat dari sikapnya mengabaikan kesempatan yang telah diberikan oleh guru untuk bertanya pada saat tidak memahami materi pelajaran yang diajarkan. Mengabaikan ajakan teman untuk belajar dan mengerjakan tugas secara berkelompok, serta berdiskusi mengenai materi yang tidak dipahami diluar jam pelajaran, menjadikan siswa malas untuk belajar dan mengerjakan setiap tugas. 

  8. Self-discipline sebagai kemampuan yang dimiliki siswa untuk mengarahkan kemauan dan kekuatan untuk mencapai tujuan. Sedangkan self-control berperan sebagai kemampuan siswa untuk meregulasi dan mengendalikan perhatian saat dihadapkan pada gangguan, dan merupakan kemampuan siswa menahan impuls untuk mencapai tujuan utama. Siswa yang memiliki self-discipline dan self-control akan mengarahkan diri untuk memiliki ketahanan dalam berusaha dalam mencapai tujuan. Agar memudahkan untuk mengatur waktu belajar siswa yang memiliki self-discipline akan membuat jadwal belajar. Kemudian siswa akan menjalankan jadwal belajar yang telah dibuatnya dengan konsisten dan disiplin. Sedangkan siswa yang memiliki self-control, dapat mengendalikan diri agar tetap fokus dan berusaha menyelesaikan setiap tugas, dan belajar tanpa terdistraksi oleh hal-hal yang mengganggu proses belajar sekalipun siswa tersebut tertarik oleh hal-hal yang membuatnya terdistraksi seperti ajakan teman untuk bermain, dll. Walaupun siswa dihadapkan pada tantangan, hambatan, dan kegagalan namun siswa harus berusaha tetap disiplin untuk berusaha dan fokus pada tujuan yang ingin dicapai. Sedangkan siswa yang tidak memiliki self-discipline dan self-control akan membuat jadwal belajar namun tidak menjalankan jadwal belajar yang telah dibuat. Bahkan bisa saja siswa tidak memiliki jadwal belajar, sehingga kegiatan belajar terlaksana dengan asal-asalan dan tidak terencana dengan baik. Kemudian pada saat siswa dihadapkan pada gangguan terhadap proses belajar, siswa tidak akan mampu untuk fokus dan mudah terpengaruh oleh hal-hal disekitarnya sehingga siswa terganggu dan tidak akan bisa mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang seharusnya dilakukan, dan akan mudah berubah haluan kepada hal yang lain. 

Kembali pada ilustrasi di atas, hal yang membedakan siswa A dan siswa B bukan sekedar nilai raport siswa. Keberhasilan akademik turut dipengaruhi oleh passion seseorang terhadap suatu hal dan ketahanannya dalam berusaha untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan.

Referensi:

Duckworth, A. (2016). Grit : The power of passion and perseverence. New York: Scribner

Duckworth, A., Peterson, C., Matthew, M.D., & Kelly, D.R. (2007). Grit: Perseverance and passion for long-term goals. Journal of Personality and Social Psychology , 92(6), 1087-1101.doi : 10.1037/0022-3514.92.6.1087.

 

1 181
Enable Dark Mode