MENGENAL “TOXIC PARENTS”

Toxic parents? Mungkin dua kata tersebut terdengar asing bagi para masyarakat di Indonesia. Toxic parents diartikan sebagai orangtua yang “beracun”. Tidak sedikit anak-anak memiliki orang tua yang cenderung destruktif, dan yang berdampak negatif adalah “meracuni” pemikiran anak. Pengertian racun sendiri, mengacu kepada Kamus Besar Bahasa Indonesia yang berarti, zat yang dapat menyebabkan kesakitan dan bisa berujung pada kematian. “Racun” dalam konteks pengasuhan ini adalah sesuatu yang ditimbulkan dari orangtua kepada anak yang dilakukan secara terus menerus baik sadar ataupun tidak sadar, misalnya penilaian atau perlakuan negatif dari orang tua kepada anak. Beracun disini juga bermakna orangtua membuat anak tidak nyaman untuk berinteraksi atau berada disekitar orangtuanya. Toxic parenting terdengar asing namun sebetulnya sering dialami oleh masyarakat, tetapi kurang perhatian dari masyarakat yang sebetulnya penting untuk disadari dan dihindari oleh para orangtua dalam proses mendidik anak.

Ada empat tipe pola asuh, tetapi tiga diantaranya adalah yang termasuk toxic parenting yaitu :

1. Undemanding but supportive . Tipe pola asuh ini yaitu orangtua memperbolehkan anak untuk melakukan apapun tanpa ada target, yang biasa diartikan “dimanjakan” orangtua.

2. Demanding but not supportive. Tipe pola asuh ini yaitu banyak menuntut dan melarang yang cenderung membuat anak cepat terbawa perasaan dan tidak percaya diri.

3. Undemanding and not supportive. Tipe pola asuh ini yaitu orangtua acuh dan tidak ada target terhadap anak yang cenderung terlalu membebaskan tapi tidak diarahkan.

Pola asuh orangtua yang baik namun sulit untuk dilakukan yaitu orangtua harus memberikan target untuk anak tapi tetap mengarahkan, bukan menuntut tapi tidak diarahkan dan tidak didukung.

Ciri-ciri toxic parents menurut Psikolog yang bernama Analisa Widyaningrum adalah sebagai berikut.

1. Orangtua tidak bisa memberikan kasih sayang dan rasa aman pada anaknya.

Tidak bisa dipungkiri, anak sangat mengharapkan orangtuanya memberi kasih sayang dan rasa aman lebih dari anggota keluarga yang lain. Namun, toxic parents ini membuat anak tidak merasakan kasih sayang dan rasa aman dari orangtuanya seperti yang diharapkan, sehingga ini salah satu ciri dari toxic parents.

2. Orangtua selalu mengkritisi tindakan dan pilihan anak yang selalu dianggap salah.

Anak selalu dikomentari mengenai tindakan yang dilakukannya dan apabila anak memilih sesuatu dianggap salah oleh orangtuanya yang berujung anak dikontrol secara penuh sehingga membuat anak merasa serba dibatasi dan bisa mengakibatkan anak sering menghakimi diri dan menyalahkan diri sendiri. Dampak dari anak yang tidak diberikan “ruang” untuk berpendapat dan terlalu sering dikritik adalah anak akan tumbuh menjadi individu yang tidak percaya diri, anak tidak memiliki keterampilan dalam mengutarakan pendapat ke orang lain, dan sulit membuat keputusan penting dalam hidupnya.

3. Orangtua melarang anak untuk mengekspresikan emosi negatif.

Dalam hal ini seringkali ditemukan orangtua yang melarang anaknya menangis atau marah, padahal menangis atau marah adalah hal yang wajar dialami manusia dan tidak perlu dilarang karena dengan mengekspresikan emosinya anak dapat membuat dirinya lebih baik setelah merasakan hal yang tidak nyaman. Perlu disadari bahwa manusia tidak selalu dalam kondisi baik-baik saja, maka dari itu tidak perlu melarang anak kita menangis atau marah karena itu adalah hal yang manusiawi. Hanya perlu diarahkan dan dibimbing agar anak mampu mengontrol emosinya dengan baik.

4. Orangtua menganggap ucapan dan tindakannya harus diikuti.

Apabila anak-anak tidak mengikuti aturan dan kepercayaan toxic ini, orang tua toxic biasanya bereaksi dengan memberikan hukuman, atau menahan cinta mereka. Akhirnya, anak akan tetap mengikuti peraturan keluarga toxic hanya karena mereka tidak mau dihukum. Atau, lebih lagi, anak-anak tidak mau menjadi penghianat keluarga karena tidak patuh, tidak peduli seburuk apa pun posisi anak. Hal seperti inilah kemungkinan akan sangat mempengaruhi faktor kesehatan mental anak.

5. Orangtua membebankan suatu kebahagiaan mereka kepada anak.

Banyak orangtua yang beranggapan bahwa kebahagiaan bisa didapatkan dari sang anak, jadi apabila anaknya tidak bisa melakukan apa yang orangtua harapkan, orangtua marah. Di kondisi ini, orangtua tidak sadar bahwa anak tidak selalu bisa memenuhi harapan mereka, apalagi orangtua mengharapkan sesuatu dari anak dengan kondisi orangtua juga tidak memahami kelebihan, kekurangan dan potensi yang dimiliki sang anak, orangtua berekpektasi tinggi terhadap anak yang seharusnya dikenali, dididik serta diarahkan dengan baik agar bisa memenuhi ekpektasi yang diinginkan.

6. Orangtua menjadikan anaknya aksesoris.

Orangtua menjadikan anaknya aksesoris disini maksudnya orangtua sering membanggakan anak secara berlebihan, dan apabila anak tidak bisa mewujudkan sesuatu yang membuat orangtuanya bangga maka orangtua akan terus menuntut dan menekan anak.

7. Orangtua suka membandingkan anaknya dengan anak orang lain.

Hal ini yang paling sering tidak disadari orangtua, membandingkan anaknya dengan anak orang lain. Setiap individu memiliki kebutuhan dasar, salah satunya adalah kebutuhan untuk dihargai dan diterima oleh orang lain atau lingkungan. Sama halnya juga setiap anak pasti memiliki kebutuhan untuk dihargai dan diterima oleh orang tua mereka tanpa syarat, apapun kondisi anak. Perlu diingatkan dan disadari oleh para orangtua bahwa setiap manusia diciptakan unik dan memiliki ciri khas masing-masing yang sebetulnya tidak perlu dibandingkan karena membandingkan tidak akan merubah anak tersebut. Banyak orangtua memiliki pemikiran dengan membandingkan akan membuat anak bisa termovitasi dan berubah seperti anak orang lain, pada kenyataannya lebih banyak terjadi dengan membandingkan membuat anak merasa tidak percaya diri dan merasa dirinya tidak berguna seperti oranglain, yang berarti membandingkan bukan menambah motivasi tetapi menambah rasa rendah diri dalam diri anak.

 

Faktor yang membuat orangtua menjadi toxic yaitu :

1. Perasaan mencintai berlebihan yang membuat orangtua ingin mengontrol anaknya.

2. Ketidakmampuan orangtua untuk berempati terhadap anaknya.

 

Studi yang di muat di Journal of Family Medicine and Disease Prevention menyebutkan ada dampak negatif yang bisa terjadi pada anak terutama jika toxic parenting berlangsung hingga anak dewasa yaitu :

  1. Perilaku destruktif seperti penyalahgunaan obat terlarang dan alcohol sebagai pelarian dari masalah selama masa kecil.
  2. Krisis kepercayaan setiap menjalani hubungan.
  3. Produktivitas kerja rendah.
  4. Memiliki tingkat kecemasan yang tinggi.
  5. Sering menyalahkan diri sendiri.
  6. Untuk anak yang cenderung bertipe penurut, anak penurut akan tumbuh menjadi anak yang selalu ingin membahagiakan orang tua tanpa memikirkan dan melibatkan emosi mereka sendiri. Anak penurut akan cenderung “mengabaikan” perasaannya sendiri. Anak penurut akan tumbuh menjadi individu yang tidak berani mengungkapkan pendapat dan keinginan mereka secara dewasa, tidak hanya ke orang tua melainkan juga ke orang lain.
  7. Untuk anak yang cenderung bertipe pemberontak, anak pemberontak akan tumbuh menjadi anak yang membangkang, bukan hanya kepada orang tua saja melainkan bisa juga pada aturan yang terjadi di masyarakat atau lingkungan sekitarnya.
  8. Anak-anak dengan Toxic Parent bisa berubah menjadi “monster” bagi anak-anak mereka di masa yang akan datang. Anak yang tumbuh dengan toxic parents akan tumbuh menjadi orang tua yang Toxic Parent juga seperti orang tua mereka atau sebaliknya, tidak memiliki kepercayaan diri yang utuh dalam mengasuh dan membesarkan anak-anak mereka nantinya karena rendahanya harga diri mereka.

 

Pada kenyataannya, memang tidak ada sekolah untuk orangtua, dan menjadi orangtua bukanlah suatu tugas yang mudah dilakukan dengan ideal seperti kata teori, secara teori terlihat mudah namun kenyataannya para orangtua harus terus belajar dan menyesuaikan diri dengan kondisi anaknya masing-masing. Pesan untuk para orangtua, marilah kita terus belajar memberikan yang terbaik untuk anak-anak kita dan mencoba terus ada walaupun mungkin di beberapa kondisi tidak bisa hadir secara fisik, lakukan secara psikologis dengan perhatian dan lebih berempati untuk mereka.  Mari kita belajar untuk memandang setiap anak adalah istimewa dengan keunikan, kelebihan dan kekurangan mereka masing-masing dan menerima serta mencintai anak tanpa syarat.

 

Apabila Anda sebagai anak merasa mengalami hidup dengan toxic parenting, sadari, pahami dan maafkan bahwa toxic parenting tidak bisa atau sulit dihindari. Kita sebagai anak harus terima dan sadari kalau orangtua telah memberikan pola asuh yang keliru. Maafkan mereka, dan satu hal yang bisa dilakukan untuk menolong diri kita sendiri yaitu kontrol diri dan belajar memilah perkataan atau tindakan yang dilakukan orangtua kepada kita untuk dimasukkan ke dalam diri, ambil yang positif dan maafkan dan buang yang negatif.

1 181
Enable Dark Mode