Saat ini Covid-19 (Coronavirus disease 2019) menjadi pandemi hampir di seluruh negara di dunia. Sudah 1 tahun lebih kita melakukan segala aktivitas di rumah, aktivitas yang biasanya dilakukan di sekolah/tempat kerja menjadi di rumah. Beralihnya kegiatan belajar di sekolah menjadi kegiatan belajar di rumah merupakan tantangan tersendiri bagi guru dan orang tua. Pendidikan yang biasanya diserahkan kepada guru, di masa pandemi ini orang tua dituntut untuk membimbing putra-putrinya belajar di rumah. Tidak sedikit orang tua yang mengeluh dikarenakan remaja yang sulit untuk belajar di rumah. Beberapa hal yang menyebabkan remaja sulit belajar di rumah adalah timbulnya rasa bosan dan stres karena harus terus berada di rumah dan harus beradaptasi dengan kebiasaan baru.
Rasa bosan dan stres yang dirasakan secara terus-menerus dapat mempengaruhi kesehatan mental remaja. Kesehatan mental yang sehat diartikan sebagai kondisi individu yang yang berada dalam keadaan sejahtera, mampu mengenal potensi dirinya, mampu menghadapi tekanan sehari-hari, dan mampu berkontribusi di lingkungan sosialnya (WHO, 2015). WHO melakukan survei tentang kesehatan mental yang dikaitkan dengan kondisi saat ini yang sedang mengalami pandemi Covid-19. Hasil survei menyatakan bahwa Covid-19 memberikan dampak pada kesehatan mental. Namun, kesehatan mental diabaikan dalam rencana tanggap pandemi virus corona, padahal aspek kesehatan mental sama pentingnya dengan kesehatan fisik (Masyah, 2020). Dengan menjaga kesehatan mental, dapat meningkatkan kepercayaan diri dan perasaan positif serta menghindari stres di diri remaja yang mana akan memengaruhi kinerjanya sehari-hari terutama di masa pandemi yang sedang berlangsung.
Banyak remaja yang mengalami permasalahan kesehatan mental akibat pandemi Covid-19 sangat bisa dipahami dikarenakan pandemi Covid-19 ini merupakan sumber stres baru bagi masyarakat dunia saat ini. Menurut WHO (2019), stres yang muncul selama masa pandemi COVID-19, yaitu: 1) ketakutan dan kecemasan mengenai kesehatan diri maupun kesehatan orang lain yang disayangi, penularan virus corona yang sangat cepat membuat individu khawatir akan tertular terutama orang tua yang merasa khawatir anaknya akan tertular sehingga orang tua sangat membatasi aktivitas anaknya di luar rumah; 2) perubahan pola tidur dan pola makan yang mengakibatkan remaja sulit berkonsentrasi, tidak sedikit remaja yang menjadikan malam menjadi siang dan siang menjadi malam dikarenakan merasa bisa belajar bebas kapan saja dan hanya mempunyai kuota malam hari sehingga mengerjakan tugas, bermain sosial media, dan game online di malam hari.
Selain itu stres yang terjadi pada remaja di masa pandemi ini disebabkan oleh akademik, hubungan antar individu, dan perubahan kehidupan atau adanya kebiasaan baru (Budiyati & Oktavianto, 2020). Permasalahan di bidang akademik sangat dirasakan oleh remaja, terutama tugas yang banyak dan menumpuk. Hubungan antar individu pun menjadi renggang dikarenakan remaja kehilangan momen untuk mengobrol, sharing, atau berkumpul dengan teman-temannya. Kurangnya komunikasi dan bersosialisasi dengan teman dapat membuat remaja merasa stress dikarenakan salah satu tugas perkembangan remaja, yaitu berhubungan dengan teman sebaya di mana masa remaja mulai merasa mandiri dan lebih banyak berkomunikasi dengan temannya dibandingkan orang tuanya. Selain itu, adanya perubahan kehidupan atau kebiasaan baru membuat remaja perlu melakukan adaptasi. Bhargava & Trivedi (2018) menyatakan bahwa usia muda merupakan periode yang kritis karena banyak hal terjadi dalam kehidupan sehingga diperlukan banyak adaptasi pada usia ini. Selain adaptasi dengan lingkungan yang baru, pada usia ini juga diperlukan adaptasi dengan situasi dan hal baru. Oleh karena itu, masa ini perlu perhatian khusus untuk menanggulangi stres yang mungkin dirasakan.
Salah satu hal yang dapat dilakukan untuk menjaga kesehatan mental di masa pandemi, yaitu dengan melakukan adaptasi atau penyesuaian diri dengan apa yang terjadi di lingkungan sekarang. Penyesuaian diri perlu dilakukan agar seseorang dapat menerima kondisi ketika terjadi kondisi yang tidak bisa dikontrolnya. Penyesuaian diri yang baik dapat diukur dari seberapa baik seseorang mengatasi setiap perubahan yang terjadi dalam hidupnya. Penyesuaian diri adalah aspek mental penting dan sangat berkaitan dengan keyakinan seseorang terhadap kemampuan diri dalam mengendalikan berbagai rintangan dan menggunakan potensi diri. Menjaga kesehatan mental dengan melakukan penyesuaian diri bisa diawali oleh menumbuhkan mindset positif, motivasi, dan menerima/bersyukur dengan kondisi yang terjadi. Dalam masa pembelajaran daring ini, suasana yang berbeda dapat menimbulkan motivasi belajar remaja menurun. Walau terkesan lebih santai, kemungkinan timbulnya stres tetap saja. Pikiran-pikiran mengenai banyaknya tugas, jaringan internet yang kurang bagus, tidak adanya kota, dan lain sebagainya dapat menimbulkan stres, namun hal tersebut kembali lagi dengan mindset di masing-masing remaja. Kita harus berusaha menghindari perasaan dan pemikiran negatif tersebut, belajar menerima keadaan (Salsabila, 2020).
Selain melakukan adaptasi, cara untuk menjaga kesehatan mental remaja, yaitu beristirahat sebentar dari menonton, membaca, atau mendengarkan berita dari TV atau media sosial; menjaga tubuh; membuat list kegiatan; dan menjaga komunikasi dengan orang lain (Siregar, 2020). Dengan beristirahat dari aktivitas tersebut dapat mengurangi stres dan kecemasan. Ketika membaca berita hendaknya membaca dari sumber/situs yang jelas dan terpercaya. Banyaknya berita bohong atau hoaks dapat memicu munculnya stres dan cemas. Penting juga untuk menjaga tubuh dengan cara menjaga pola tidur dengan tidur tidak larut malam, makan-makanan sehat dan seimbang, luangkan waktu untuk melakukan aktivitas fisik/berolahraga. Dengan berolahraga, tubuh akan mengeluarkan hormon endorphin yang dapat meredakan stres, mengurangi kecemasan, dan memperbaiki mood. Selain berolahraga, coba buatlah list kegiatan sehari-hari dengan membuat jadwal dari yang sifatnya wajib (sekolah/kerja) sampai kegiatan yang santai, yaitu melakukan hobi atau aktivitas yang disukai, misalnya memasak, menonton film, menghubungi teman, sepupu, atau orang yang kita kenal, dan hal lainnya yang dapat mengurangi rasa jenuh. Menghubungi teman, sepupu, atau orang yang kita kenal tetap harus dilakukan untuk menjaga komunikasi kita. Walaupun tidak bisa bertemu secara langsung, tapi kita tetap bisa berkomunikasi melalui pesan, telepon, atau video call. Berkomunikasilah dengan orang yang dipercaya dan bisa mendukung kita mengenai kecemasan dan kekhawatiran kita, hal tersebut dapat mengurangi tekanan atau stress yang dirasakan.
Kamis, 21 November 2024 1 181