Istilah mindfulness berkembang menjadi kajian dalam disiplin ilmu tahun 1990, yang mana Ellen Langer mempublikasikan istilah mindfulness pada tahun tahun 1989 dan Jhon Kabat-zinn pada tahun 1994 menggunakan istilah mindfulness dalam bidang psikoterapi. Mindfulness dalam pendekatan ketimuran didefinisikan sebagai keterampilan seseorang dalam berkonsentrasi terhadap pengalamannya seperti dapat melihat tubuh dan perasaannya dari dalam dirinya (Dryden, W & Sprouston, 2006, hlm. 3).
Definisi mindfulness dari pendekatan timur mengalami transformasi pada pendekatan barat dan psikologi kontemporer. Berbagai ahli berpendapat tentang definisi mindfulness seperti Gerner menyatakan mindfulness sebagai kesadaran saat ini; Hanh mendefinisikan dengan menjaga kesadaran seseorang hidup dengan realitas saat ini; Teasdale, Segal, & Williams menyebutkan mindfulness dengan mengontrol perhatian; Kabat-Zinn mendefinisikan mindfulness sebagai memperhatikan dengan tujuan, tanpa menilai, dan pada saat ini; Bishop mendefinisikan mindfulness yaitu membawa kesadaran seseorang dengan pengalaman saat ini dengan cara mengamati dan menghadiri pikiran, perasaan, dan sensasi dari waktu ke waktu; sedangkan Marlatt & Kristeller menyatakan mindfulness sebagai perhatian penuh tentang pengalaman seseorang (Langer, 2014, hlm. 1).
Dari pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa berdasarkan pandangan psikologi barat mindfulness yang merupakan alih bahasa dari kata sati merupakan kualitas mental yang melibatkan kesadaran, perhatian dan konsentrasi. Kualitas mental tersebut diwujudkan dalam perilaku tanpa menghakimi, penerimaan dan kasih sayang (Siegel, Germer & Olendzki, 2009, hlm. 19).
Mindfulness sebagai sebuah pendekatan digunakan dalam berbagai seting seperti Kabat-zinn (2003; 2014) mempublikasikan Mindfulness-Based Stress Reduction (MBSR) yang digunakan untuk membantu mengatasi klien yang stress dan pengembangan kesehatan mental. Sedangkan Langer (2014, hlm. 2) menggunakan mindfulness dalam konteks psikologi sosial. Mindfulness dalam bentuk perilaku banyak diaplikasikan dalam seting organisasi, kerja, hukum maupun kehidupan sehari-hari (Langer, 2014). Aplikasi mindfulness dalam seting pengasuhan dikenal dengan istilah mindful parenting (Duncan, 2009, hlm. 258)
Dekeyser, dkk. (2008) melakukan penelitian tentang mindfulness dan hubungannya dengan perasaan interpersonal serta kinerja. Penelitian tersebut menggunakan The Kentucky Inventory of Mindfulness Skills (KIMS) yang dikembangkan oleh Baer, Smith dan Alen tahun 2004. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa semua element dalam mindfulness berhubungan positif dengan ekspresi orang dalam berbagai situasi sosial (Dekeyser, dkk., 2008, hlm. 1235). Mindful digambarkan dengan perilaku yang bekesadaran, dan penerimaan tanpa menghakimi. Kedua indikator tersebut berhubungan positif dengan perasaan, kepuasan, berkurang kecemasan sosial dan berkurangnya stres (Dekeyser, dkk., 2008, hlm. 1235).
Mindful vs Mind Full
Gambar 1 Mind Full or Mindful Sumber: www.picswe.com |
Kata Mindful dengan Mind Full seolah sama namun memiliki perbedaan makna yang besar. Mindful dapat dikatakan berkesadaran, fokus pada satu titik, antara fisik dan pikiran melaksanakan hal yang sama pada waktu yang sama. Sebagai contoh apabila seseorang sedang berada di kantor untuk bekerja maka yang ia pikirkan adalah pekerjaan kantor pada saat itu bukan pekerjaan yang lain yang sudah lewat (past) atau yang akan datang (future). Sedangkan Mind Full adalah kondisi pikiran yang penuh dengan berbagai macam kegiatan. Mindful fokus pada satu kegiatan sedangkan Mind Full sebaliknya yaitu banyak kegiatan yang dipikirkan. Hal ini dapat terlihat seperti gambar 1, yang mana ada dua orang yang pertama (orang dewasa) menggambarkan kondisi mind full yaitu banyak yang dipikirkannya sedangkan orang kedua (anak kecil) hanya satu yang dipikirkannya (mindful).
Mindful adalah konsep yang perlu dilatih setiap hari. Dalam agama Islam sholat adalah sarana aplikasi mindful dilaksanakan. Dalam sholat pikiran kita fokus pada bacaan sholat dengan gerakan-gerakan sholat. Dalam sholat kita tidak memikirkan yang sudah lampau atau yang akan dilaksanakan. Itulah salah satu aplikasi dari konsep mindful. Begitu pun dengan agama yang lain, mempunyai kegiatan beribadah yang menggunakan konsep mindful.
Apakah mindfulness sama dengan meditasi?
Menurut seorang psikolog Susan Peacock, meditasi adalah sarana untuk mengubah pikiran, mendorong konsentrasi, kejelasan, kepositifan emosi, dan ketenangan. Praktik meditasi melibatkan waktu khusus yang harus kita luangkan untuk fokus pada napas atau tubuh. Sedangkan mindfulness adalah melakukan kegiatan sehari-hari, namun dengan kesadaran penuh. Misalnya saat makan, ya kita makan, merasakan tiap suapan, bukan sambil melamun atau nonton televisi. Saat mencuci piring, ya fokus pada pekerjaan itu, Merasakan air yang mengalir, menyadari gerakan menggosok dan lainnya. Bukan sambil bengong. Dalam bahasa yang sederhana, hal ini disebut sebagai "hidup pada saat ini", tidak memikirkan masa lalu dan tidak mengkhawatirkan apa yang akan datang.
Manfaat Mindfulness
Mindfulness sebagai sebuah pendekatan banyak digunakan dalam bidang psikoterapi. Oord, Bogels dan Peijnenburg (2012) meneliti keefektifan pelatihan mindfulness bagi orangtua dengan anak yang ADHD. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa pelatihan mindfulness efektif bagi orangtua yang mempunyai anak ADHD sehingga berkurang tingkat stress orangtua.
Dalam konteks sosial, Doesum, dkk. (2013) menyatakan bahwa sosial mindfulness merupakan keterampilan yang akan membawa kepada kebahagiaan dalam lingkungan sosial. Hal ini diperkuat oleh penelitian Ananda, T. (2011) yang meneliti tentang Mindfulness di kalangan remaja Tionghoa dan Tionghoa di Jakarta. Penelitian tersebut memperkuat bahwa aspek mindfulness penting dalam kehidupan sosial dan komunikasi baik yang berbeda budaya, usia dan latar belakang (Ananda, T., 2011, hlm. 102).
Saat kehidupan kita semakin sibuk, penting untuk berhenti sejenak dan menilai pandangan kita tentang kehidupan. Konsep mindfulness saat ini dipercaya mampu menjaga kesehatan mental.
(Parenting)
|
Pengasuhan (parenting) menurutShanock dimaknai sebagaisuatu hubungan yang intens berdasarkan kebutuhan yang berubah secara pelan sejalan dengan perkembangan anak (Widiyawati & Kurniawan, 2008, hlm. 12). Pengasuhan merupakan suatu perilaku yang pada dasarnya mempunyai kata-kata kunci yaitu hangat, sensitif, penuh penerimaan, bersifat resiprokal, ada pengertian, dan respon yang tepat pada kebutuhan anak (Berns, 2003, hlm. 25).Pengasuhan dengan ciri-ciri tersebut melibatkan keterampilan untuk memahami kondisi dan kebutuhan anak, keterampilan untuk memilih respon yang paling tepat baik secara emosional, maupun fisik. Keterlibatan dalam pengasuhan anak mengandung aspek waktu, interaksi, dan perhatian (Andayani & Koentjoro, 2004, hlm.54). Pengasuhan yang positif menjadi sangat penting untuk anak dalam keluarga yang menghadapi keadaan yang kurang baik, seperti kesulitan keuangan, perceraian orangtua, dan orangtua yang sakit (Fauber, Forehand, Thomas, & Wierson dalam Kim, 2007). Kagan(dalam Berns, 2003) mendefinisikanpengasuhan sebagai penerapan sebuah rangkaian keputusan yang berhubungan dengan sosialisasi anak. Apa yang anak lakukan memungkinkan mereka untuk bertanggung jawab, berperan sebagai anggota masyarakat, baik yang anak lakukan ketika mereka menangis, agresif, berbohong, maupun melakukan sesuatu yang kurang baik di sekolah, di mana hal tersebut terkadang membuat orangtua dihadapkan pada keputusan-keputusan yang sangat besar.
Menurut Edward (dalam Yusuf dan Rahman, 2012, hlm. 23) pengasuhan yang dilakukan orangtua kepada anak dipengaruhi oleh pendidikan orangtua, lingkungan dan budaya. Pendidikandanpengalamanorangtuadalammengasuh anakakan mempengaruhipersiapanmerekamenjalankanpengasuhan.Orangtuayang sudahmempunyaipengalamansebelumnyadalammengasuhanak akan lebih siap menjalankan peran asuh, selain itu orangtua akan lebih mampu mengamati tanda-tanda pertumbuhan dan perkembangan yang normal (Supartini dalam Yusuf dan Rahman, 2012, hlm. 23). Faktor selanjutnya adalah faktor lingkungan, yang mana lingkungan akan mewarnai pola-pola pengasuhan yang diberikan orangtua terhadap anaknya. Faktor terakhir adalah budaya, yang mana kebudayaanataukebiasaanmasyarakatdalam mengasuhanak mempengaruhisetiaporangtuadalam memberikan pola asuh terhadap anaknya seperti mengikuti pola pengasuhan sesuai dengan kebiasaan masyarakat sekitar karena dianggap pola tersebut berhasil.
Parent, J., dkk. (2010) meneliti hubungan antara mindfulness orangtua, gejala depresi, dua tipe pengasuhan dan perilaku masalah anak. Partisipan dari penelitian ini adalah 145 ibu, 17 ayah. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa: a) pengasuhan yang positif mempunyai peran yang penting dalam membantu mengurangi gejala depresi orangtua akibat mengasuh anak dengan permasalahan perilakunya; b) mindfulness berhubungan dengan internal anak dan eksternal masalah, walaupun tidak ada hubungan antara mindfulness dengan perilaku masalah anak.
Keterampilan mindful parenting merupakan keterampilan dalam mengasuh anakdengan menggunakan pendekatan mindfulness. Kabat-zinn mendefinisikan mindful parenting sebagai ‘paying attention to your child and your parenting in a particular way: intentionally,in the present moment, and non-judgmentally’ (Bruin, dkk, 2012, hlm.1).Berdasarkan pendapat Kabat-zinn tersebut keterampilan mengasuh dengan menerapkan mindfulness menekankan pada hubungan antara anak dan orangtua, yang mana terdapat intensitas, fokus, dan tanpa penghakiman.
Langer (dalam Ananda, 2011, hlm. 11) dalam konteks komunikasi antara orangtua dan anak harus terjalin salingpengertian atau mindfulness, dengan adanya saling pengertian maka kualitas hubungan tersebut akan baik. Sedangkan Duncan (2007, hlm. 15) mendefiniskan mindful parenting sebagai kualitas kognitif-afektif yang terjadi pada orangtua selama berinteraksi dengan remaja. Hal ini penting karena dengan meningkatkan mindful parenting orangtua akan terhindar dari stress (parenting stress), serta meningkatkan kesehatan mental. Duncan (2007) dalam penelitiannya mengembangkan instrument untuk mengetahui tingkat mindful parenting seseorang. Penelitian ini diberikan kepada 753 ibu-ibu, 523 bapak-bapak yang mempunyai anak remaja dan pada hasilnya mengembangkan alat yang disebut dengan Interpersonal Mindfulness in Parenting atau IMP (Duncan, 2007, hlm. 29).
Duncan, dkk., (2009)mengembangkan model mindful parenting dan mengembangkan alat ukur mindful parenting yang dinamakan Interpersonal Mindfulness in Parenting (IM-P). Dalam simposium yang dilaksanakan oleh Garrison Institute’s pada bulan September 2010 dengan tema Mindful Parenting: konsep dan pengukuran, dilaporkan bahwa mindful parenting dapat dikatakan sebagai sebuah pendekatan dan juga aspek yang dapat dikembangkan dan berhubungan dengan emosi.
Dimensi Keterampilan Mindful Parenting (KMP):
< >mendengarkan dengan perhatian penuh;penerimaan untuk tidak menghami diri dan anak;kesadaran emosi diri dan anak;pengaturan diri dalam hubungan pengasuhan; dankasih sayang kepada diri dan anak.
Dimensi-dimensi mindful parenting akan dibahas pada bagian ke-2.
Kamis, 21 November 2024 1 181